AESI Mendorong Kemandirian Rantai Pasok Energi Surya di Asia Tenggara
Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) secara aktif mendorong terwujudnya kemandirian rantai pasok industri energi surya di kawasan Asia Tenggara.
Wakil Ketua Dewan Pakar Bidang Riset dan Teknologi AESI Arya Rezavidi, di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa negara-negara anggota ASEAN memiliki modal yang dibutuhkan, seperti pasar yang besar dan sumber bahan baku melimpah.
Menurut Arya, sudah ada kesepakatan antar-asosiasi energi surya di antara negara-negara anggota ASEAN untuk mengintegrasikan seluruh rantai pasok industri surya di kawasan.
“Kami sudah sepakat, di antara asosiasi di ASEAN, kami akan bergabung semuanya dalam satu market yang besar, dan kami ingin mendorong seluruh supply chain dari industri surya ini harus ada di ASEAN,” kata Arya.
“Semuanya ada, tinggal kita saling putar saja, apa yang ada di Malaysia, apa yang ada di Filipina, apa yang ada di Indonesia, kita saling mengisi sebenarnya,” kata dia menambahkan.
Menurut dia, dengan konsep saling mengisi antara negara-negara anggota, maka dapat terwujud “one single market” yang kuat dan mandiri dalam produksi dan distribusi energi surya.
Lebih lanjut, Arya mengatakan bahwa industri energi surya di Indonesia terus tumbuh dengan munculnya banyak perusahaan baru dan peningkatan kapasitas produksi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Arya menyebut pertumbuhan ini bisa dilihat dari banyak perusahaan baru yang muncul dan menjadi anggota AESI.
Selain itu, pertumbuhan juga bisa dilihat pada industri komponen, khususnya modul surya dalam negeri. Dalam tiga tahun terakhir, kapasitas produksi modul surya lokal melonjak drastis. Yang awalnya hanya sekitar 600 megawatt (MW) per tahun dari anggota AESI, kini hasil kajian terbaru menunjukkan kapasitas produksi mencapai tidak kurang dari 12 gigawatt (GW)) per tahun.
“Itu karena ada beberapa industri kecil yang bermunculan di sini dan kapasitasnya tidak kecil-kecil, 1 GW, 2 GW. Jadi menurut saya ini akan jadi potensi yang sangat besar,” ujarnya lagi.
Namun, Arya berpendapat bahwa Indonesia masih perlu memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk mendukung pertumbuhan industri surya yang berkembang pesat ini.
Terlebih, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang dirilis bulan lalu, energi surya diproyeksikan menjadi tulang punggung transisi energi karena memiliki porsi terbesar dalam bauran energi baru terbarukan, yakni sebesar 17,1 GW – tertinggi dibandingkan sumber EBT lainnya.